Selasa, 12 Mei 2009

Laa Tahzan

Muqaddimah


Segala puji hanya milik Allah Rabbu ‘Alamin. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada khatamul anbiya wal mursalin. Wa Ba’du :
Ketahuilah semoga Allah mebimbing engkau kepada setiap kebaikan bahwa dipenguhujung bulan rajab tahun ini kami dan sebagian ikhwan muwahiddin telah dipanggil menghadap oleh aparat thoghut , terus diantara ikhwan ada yang mereka tangkap dan diantaranya ada yang melarikan diri, maka mereka memberikan pesan di keluarganya yang berisi perintah agar dia datang menghadap mereka. Dan sesungguhnya telah terjadi sedikit perselisihan pendapat di antara para ikhwan yang di cari-cari itu tentang hukum memenuhi panggilan orang-orang kafir itu.
Diantara ikhwan ada yang berpendapat bolehnya memenuhi panggilan orang-orang kafir itu, dan diantara mereka ada yang berpendapat tidak boleh, dan mereka itu terbagi dua kelompok, pertama mengatakan : kita tidak boleh pergi menghadap mereka dengan keinginan kita sendiri dan tidak memenuhi permintaan dan perintah mereka kecuali bila kita mengetahui jelas bahwa masalahnya tidak ada fitnah di dalamnya atau kita diciduk dalam kondisi dipaksa. Kelompok yang kedua mengatakan : kita tidak memenuhi panggilan mereka selamanya, dan andaikata mereka menggerebeg kita maka kita melawan hingga selamat atau kita terbunuh.
Maka saya ingin – sebagai bentuk kepdulian yang sangat terhadap ikhwan saya – menuntaskan masalah ini dengan dalil syar’iy agar al haq di dalamnya nampak bagi saya dan bagi ikhwan. Maka saya katakan seraya memohon taufik dan pelurusan dari Allah Sang Pelindung.

Tentang Penjelasan Disyariatkannya Dan Dibolehkannya Lari Dari
Orang-orang Kafir Serta Bersembunyi Dari Mereka Saat
Ketertindasan

Al Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya pada Kitabul Iman ( Bab : Minad Dieni Al Firar Minal Fitani ) dari Abu Said Al Khudriy bahwa ia berkata :
“Hampir terjadi dimana sebaik-baiknya harta orang muslim adalah kambing- kambing yang dia giring di lereng-lereng gunung dan tempat-tempat turun hujan, dia melarikan diri dengan agamanya dari fitnah “.

Dan dalam Kitab Al Fitan beliau meriwayatkan juga ( Bab : Akan terjadi fitnah di mana orang yang duduk di dalamnya lebih baik dari pada yang berdiri, dan yang berdiri di dalamnya lebih baik dari pada yang berjalan, dan yang berjalan di dalamnya lebih baik dari pada yang berlari kecil, siapa yang menghampirinya maka fitnah itu menguasainya, maka siapa yang mendapatkan tempat pelarian atau tempat berlindung maka berlindunglah dengannya”).

Di dalam hadits-hadits ini terdapat faidah yang agung lagi besar yaitu disyariatkannya lari dari fitnah dan tidak berjalan atau menghampirinya. Dan faidah lain di dalamnya bahwa hal itu tergolong dien dan iman, dan bukan tergolong sikap penakut dan pengecut sebagaimana yang diduga oleh banyak orang. Bagaimana mungkin lari dari fitnah menyembunyikan diri darinya termasuk sikap penakut dan pengecut, sedangkan ia adalah dienul anbiya di masa istidl’af ( ketertindasan ).
Ini buktinya, khatamul anbiya wal mursalin ( Rasulullah saw ) setelah beliau mengumumkan dan menjaharkan dakwahnya serta menampakkan kekafiran dan bara’ahnya dari orang-orang kafir dan tuhan-tuhan mereka yang bathil, beliau dan sekelompok dari sahabatnya menyembunyikan diri sementara waktu, setelah orang-orang kafir menekan mereka dan menyakiti sebagian mereka. Dan dalam Al Bukhari ada kisah keislaman Abu Dzar dalam beritanya bersama Ali dan jalan menyampaikannya kepada Nabi saw dan apa yang menunjukan kepada hal ini.
Dan diantara hal itu apa yang diriwayatkan Al Imam Ahmad 3/322-329 di dalam musnad beliau dan yang lainnya dari Jabir tentang kejadian bai’at Aqabah dan di dalam teksnya ada ( sehingga tidak tersisa satupun dari rumah-rumah Al Anshar melainkan di dalamnya ada beberapa orang dari kaum muslimin yang menampakkan Al Islam ) : kemudian mereka bersepakat seluruhnya, dan kami menyatakan : ( sampai kapan kita membiarkan Rasulullah saw diusir di gunung-gunung Mekah dan dalam kondisi takut ? ) maka berangkatlah menuju beliau dari kami tujuh puluh orang, mereka mendatanginya dalam musim ( haji ), terus kami janjian dengan beliau ( untuk kumpul ) di lembah Aqabah, maka kami kumpul-kumpul kepada beliau dengan cara datang satu-satu dan dua-dua sAmpai akhirnya jumlah kami lengkap…hingga akhir hadits ).
Dan dalam Al Bukhari dari Abdullah ibnu Mas’ud berkata : ( Tatkala kami bersama Nabi saw di suatu goa, tiba-tiba turun kepada beliau ‘Wal Mursalaat’ maka sungguh beliau membacanya dan sesungguhnya saya talaqqi hal itu dari mulut beliau, dan sesungguhnya mulut beliau basah dengannya, tiba-tiba seekor ular menyambar kearah kami, maka Nabi saw bekata : “bunuhla ia” maka kamipun mengejarnya dan diapun pergi maka Nabi saw berkata : Dia dilindungi dari perlakuan buruk kalian sebagaimana kalian dilindungi dari kejahatannya ). Dan hal-hal semacam ini adalah banyak.
Dan Allah tabaraka wa ta’ala telah berfirman :
“Jika kamu tidak menolongnya ( Muhammad ) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya ( yaitu ) ketika orang-orang kafir mengeluarkannya ( dari Mekkah ) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya : ‘janganlah kamu berduka cita sesungguhnya Allah beserta kita. “Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada ( Muhammad ) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan tentara orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan nikmat Allah itulah yang tinggi, Allah Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana,” ( At-Taubah : 40 ).

Dan dalam berita hijrah ada pelajaran dalam hal itu. Dan ini Nabiyullah Musa -semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepadanya dan kepada nabi kita - Allah tabaraka wa ta’ala berfirman :
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata :…Hai Musa sesungguhya pembesar negeri berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu, keluarlah ( dari kota ini ) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu,"
( Al Qashash : 20 ).


“Maka Musa keluar dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berkata : Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari orang-orang dzalim itu,” ( Al Qashash : 21 ).

Bila ada yang mengatakan :…Itu kan terjadi sebelum ia menjadi Nabi ? maka kami katakan :…Musa as tidak mengingkari hal itu setelah kenabiannya, bahkan ia mengiakan dan membenarkannya sebagaimana yang Allah ta’ala khabarkan tentangnya :
“Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang diantara rasul-rasul,” ( Asy Syu’ara : 21 ).

Dan Allah ta’ala berfirman tentangnya setelah itu :
“Dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya :…Ambillah olehmu berdua beberapa rumah di mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman,” ( Yunus : 87 ).

Dalam hal itu ada sikap mereka sembunyi-sembunyi dan shalat di rumah mereka, dan seputar ayat ini Syayid Quthub memiliki ungkapan yang indah yang bisa dirujuk dalam Adh – Dhilal ( hal. 1016 ).
Dan para pemuda Ashhabul Kahfi setelah mereka menampakkan ketauhidannya dan mereka diancam dan diteror oleh kaumnya maka mereka berlindung ke goa, sebagaimana yang telah Allah khabarkan :


“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu,” ( Al Kahfi : 16 ).

Dan Allah swt berfirman tentang mereka :
“Berkata ( yang lain lagi ) :…Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kami berada ( di sini ). Maka surulah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melemparmu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya,” ( Al Kahfi : 19-20 ).

Dan begitulah, selain mereka dari kalangan orang-orang saleh saat mereka pada kondisi istidl’af, seandainya engkau menelusuri khabar-khabar tabi’in dari kalangan salaf umat ini tentulah engkau mendapatkan contoh-contoh yang banyak dari hal itu.
Dan untuk contoh saya cukupkan dengan tiga orang yang dikatakan Ibnu Jauziy tentang mereka dalam muqaddimah kitabnya “Manaqib Al Imam Ahmad ibnu Hambal“ :…( Namun sesungguhnya saya meneliti tentang orang-orang yang meraih tingkat kesempurnaan dalam dua hal itu, yaitu – ilmu dan amal – dari kalangan At Tabi’in dan yang sesudahnya, ternyata saya tidak mendapatkan orang yang sempurna dua hal itu padanya pada level puncak yang macam kesempurnaannya tidak tercoreng oleh suatu kekurangan, selain tiga orang : Al Hasan Bashri, Sufyan Ats Tsauri dan Ahmad ibnu Hambali ). Hal : 5.
Adapun Al Hasan Bashri, maka beliau telah keluar, dan ada yang mengatakan beliau dikeluarkan bersama orang-orang yang khuruj terhadap Al Hajjaj zaman fitnah Abdirrahman ibnu Asy’ats , di mana ibnu Asy’ats khuruj dan khuruj bersamanya sekelompok dari kalangan qurra’ dan fuqaha sebagai bentuk pemberontakan dan kedurjanaan Al Hajjaj. Dan setelah kekalahan ibnu Asy’ats, Al Hasan Al Bashriy tetap menyembunyikan diri dari Al Hajjaj sampai-sampai saat puteri beliau meninggal dunia, ia tidak bisa mendatanginya, terus ia mewakilkan hal itu kepada ibnu Sirrin .
Adapun Sofyan ATs Tsauri, maka beliau melrikan diri ke Bashrah tatkala Al Khalifah Al Mahdiy menawarkan jawatan kepadanya, dan beliaulah orang yang berkata :
( Bukan penghinaan mereka yang saya takutkan namun justeru pemuliaan mereka saya takutkan, sehingga saya tidak memandang keburukan mereka sebagai keburukan, saya tidak melihat bagi penguasa suatu perumpamaan kecuali perumpamaan lewat lisan musang, berkata, saya mengetahui anjing itu meiliki tujuh puluh sekian tipu muslihat yang tidak ada darinya suatu tipu muslihatpun yang lebih baik dari keberadaan saya tidak melihat anjing dan anjingpun tidak melihat saya ) .
Adapun AL Iman Ahmad, maka sungguh beliau telah bersembunyi pada masa-masa Al Watsiq, dan itu setelah beliau menjaharkan keyakinannya tentang Al Qur’an dan dalam hal ini beliau mendapatkan ujian yang sangat besar, maka beliu bersembunyi disisa hidup Al Watsiq, beliau selalu berpindah-pindah pada banyak tempat, kemudian beliau kembali ke rumahnya setelah beberapa bulan, dan di dalamnya beliau bersembunyi sampai Al Watsiq meninggal dunia. Ibrahim ibnu Hani berkata : Ahmad ibnu Hambal bersembunyi di rumah saya selama tiga hari, kemudian berkata : carikan tempat buat saya supaya saya pindah ke sana, “saya berkata” : saya khawatir keamananmu wahai Abu Abdullah. Maka “beliau berkata” : lakukanlah ! bila kau sudah melakukannya saya akan memberimu faidah ilmu, dan saya pun mencarikan tempat untuk beliau, kemudian tatkala beliau keluar beliau berkata kepada saya : Rasulullah saw bersembunyi di goa tiga hari terus beliau berpindah, tidak selayaknya Rasulullah saw diikuti dalam kondisi lapang dan ditinggalkan pada kondisi sulit. Selesai
Dalam satu riwayat Habar tentang perihal sikap bersembunyi Al Imam Ahmad di masa Al Watsiq hidup, berkata : ( Abu Abdullah terus bersembunyi ditempat yang dekat, kemudian dia kebali kerumahnya setelah beberapa bulan atau setahun tatkala sudah reda beritanya, dan beliau masih terus berada di rumah bersembnyi lagi tidak keluar untuk shalat dan yang lainnya sampai Al Watsiq mati ).
Bila seorang menjaharkan dakwahnya sesuai tuntunan para nabi, di mana dia berlepas diri ( bara ) dari syirik dan kaum musyrikin, kemudian kaum kuffar mencarinya dalam kondisi stidl’af serta kurangnya anshar dan daya maka bukanlah hal aib bila ia lari dari mereka atau bersembunyi, karena ini adalah tergolong keadaan para Nabi dan orang-orang saleh serta metode mereka saat istidl’af sebagaimana yang engkau lihat.

1 komentar:

Alexs mengatakan...

sebuah materi yang menarik untuk d pelajari
bagaimana dengan hal yang lain
berkenaan dengan kami yang masih blm faham